Selasa, 02 September 2014

kandungan Alqur'an berupa akidah



BAB I
PENDAHULUAN
Kitab yang diturunkan oleh Allah kepada kekasih-Nya baginda Rosul Muhammad SAW melalui perantaraan malaikat jibril adalah al-Qur’an yang mana didalamnya memiliki tujuan-tujuan tertentu. Tujuan pokok diturunkanya Al-Qur’an adalah sebagai petunjuk akidah, petunjuk akhlak, petunjuk syariat dan hukum, qisoh-qisoh umat terdahulu dan juga berisikan berbagai pengetahuan dan ilmu-ilmu yang perlu diketahui oleh manusia. Dengan kata lain al-Qur’an diturunkan sesuai dengan tujuan diturunkanya.
Dalam agama islam perkara yang paling utama yang harus dikatahui, diyakini dan diker jakan adalah berupa akidah, karena hal tersebut merupakan pokok atau hal paling inti dalam hubungan antara pencipta dan makhluk yang diciptakan. Telah disebutkan tadi bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat petunjuk-petunjuk mengenai akidah karenanya pemakalah akan mengupas secara singkat dan cermat mengenai“isi kandungan al-Qur’an yang berupa akidah”.
Namun sebelumnya manusia tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan, karenanya kritik dan saran senantiasa kami nantikan guna meningkatkan kualitas dan kelayakan karya ilmiyah untuk yang akan datang.










BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian akidah
Secara etimologi kata akidah diambil dari kata dasar العـقـد yang berarti ikatan. Maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan atau keimanan seperti yakin adanya Allah SWT, diutusnya para Rosul, Malaikat, dan akan datangnya hari akhir. Bukan hanya meyakini adanya zat, bahkan meyakini akan sifat-sifat-Nya. Sedangkan secara terminologi akidah yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa yang menjadi suatu kenyataan teguh dan kokoh. Dengan kata lain, keimanan yang pasti tida terkandung didalamnya suatu keraguan apapun pada orang yang meyakini. Akidah juga sebagai dasar atau pondasi manusia dalam menjalani kehidupan. Karena tanpa adanya akidah manusia akan tersesat.
Akidah juga memiliki nama lain yang mungkin lebih dikenal pada aliran Ahlus sunnah wal jama’ah yakni at-Tauhid, as-Sunnah, usulluddiin, asy-Syari’ah dan al-Iman. bahkan dilalam kitab ‘Aqidatul ‘awwam pembahasan akidah bukan hanya terpaku pada keenam rukun iman, melainkan prilaku, sifat-sifat, istri-istri Nabi SAW, puta-putri beliau, bahkan pembahasan mengenai kewajiban untuk mengetahui semua sifat wajib dan jaiz Allah, juga sifat wajib dan jaiz rasul. Pembahasan malaikat 10 beserta tugasnyapun tidak terlepas dalam akidah, karenanya pembahasan akidah sangat luas.
Apa yang disyari’atkan oleh Allah untuk kita tentang agama, dan yang diwasiatkan kepada kita sebagaimana yang diwasiatkan kepada para rasul-Nya yang terdahulu adalah pokok-pokok akidah dan dasar-dasar keimanan, bukan cabang-cabang agama dan bukan syariat-syariatnya yang bersifat ‘amali. Sebab tiap-tiap umat mempunyai syariat-syariat yang bersifat ‘amali sesuai dengan situasi dan kondisinya, sesuai dengan taraf berfikir dan rohaniahnya.[1]

B.     Inti al-Qur’an berupa akidah
Telah diterangkan dalam bukunya Simbah  KH. Nawawi abdul aziz bahwa al-Qur’an diturunkan untuk kebahagiaan manusia yang sejati di dunia dan di akherat. Oleh karena itu, Al-Qur’an memerintahkan semua bentuk kebaikan dan yang mendatangkanya dengan cara yang tidak memberatkan, termasuk melarang semua bentuk keburukan dan yang mendatangkanya. Perintah itu baik mengenai hubungan manusia dengan Allah SWT yang meliputi iman dan ibadah maupun meliputi akhlaqul karimah, amar ma’ruf-nahi munkar dan taawunu ‘alalbirri wat-taqwa.[2]
Dari keterangan diatas mengertikan bahwa semua manusia tidak ada yang menginginkan keburukan melainkan kebaikan, termasuk kebaikan di dunia dan di akherat. Untuk meraih hal tersebut, manusia diperintahkan untuk berbuat baik kepada Allah dan kepada maklhluk-Nya. Berbuat baik kepada Allah itu tidak dapat diraih jika tidak adanya pengetahuan mengenai akidah sedangkan akidah termuat dalam al-Qur’an karenanya manusia dianjurkan untuk mempelajari dan mengamalkan apa yang telah di perintahkan Allah dalam al-Qur’an.
M. Quraish shihab menjelaskan dalam bukunya: tujuan diturunkanya al-Quran berbeda dengan kitab-kitab ilmiyah. Karenanya dibutuhkan penyelidikan dan penelitian tentang priode diturunkanya wahyu Allah tersebut. Secara garis besar tujuan diturunkanya al-Qur’an menurut beliau adalah: [3]
1. petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
2. petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan jalan menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang harus diikuti oleh manusia dalam kehidupanya secara individual atau kolektif.
3. petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya. Atau dengan kata lain yang lebih singkat, “ al-Qur’an adalah petunjuk bagi manusia kejalan yang harus ditempuh demi kebahagiaan hidup di dunia dan di akherat”.
Dari keterangan Quraish shihab diatas, dapat disimpulkan bahwa memang benar inti Al-Qur’an merupakan akidah islamiyyah yang harus diikuti oleh umat manusia. Dengan kata lain bahwa Al-Qur’an tersebut diturunkan oleh Allah ditengah-tengah umat yang memiliki keyakinan sangat bertentangan dengan yang disampaikan oleh Al-Qur’an. Namun, dengan adanya ajakan, kabar gembira, ancaman  dan juga kebagusan akhlak Rasulullah menjadikan keyakinan penyembah berhala itu dapat berubah secara berangsur-angsur. Perlu diketahui bersama meskipun inti Al-Qur’an mengenai akidah tetapi Al-Qur’an juga meliputi hal-hal lainya seperti akhlak, hukum syariat dan qisoh-qisoh.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 177. Yang artinya: Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa” (Q. S. Al-Baqarah: 177).
C.    Bentuk-bentuk aqidah yang dijelaskan oleh al-qur’an dan contoh-contohnya
Akidah dalam al-Qur’an sangatlah banyak dan bermacam-macam bentuknya. Pemakalah mengkategorikan akidah atau keimanan dalam beberapa kategori yakni sbb:
1.                   Mengenal Allah SWT
Mengenal Allah SWT merupakan bentuk pengetahuan dan akidah  yang paling utama. Dikarenakan tujuan utama manusia diciptakan adalah untuk mengenalkan Allah disamping semua makhluk diperintahkan untuk beribadah kepadaNya. Dalam mengenal Allah banyak cara yang bisa dikerjakan oleh manusia, ada dengan memperhatikan dan memikirkan apa yang telah Allah ciptakan ada pula dengan mengetahui sifat-sifat yang  termaktub dalam al-Qur’an. Manusia diberikan kelebihan dibandingkan makhluk lainya yakni berupa akal sesungguhnya itu bertujuan untuk memikirkan dan memperhatikan apa saja yang telah Allah sediakan baik yang bisa dijangkau dengan indrawi maupun sesuatu yang tidak dapat diindrawi berupa alam gaib.
Sedangkan mengenal Allah dari nama dan sifat-sifatnya adalah dapat membuka cakrawala betapa besar kekuasaan-Nya. Hal ini akan mendorong manusia untuk senantiasa bertawadu’ dan memicu terjalinnya hubungan yang baik antara pencipta dan manusia sebagai makhluk yang diciptakan.
Firman Allah dalam al-Qur’an surat al-Isra’: 110.
Sarana lain yang dipergunakan Islam untuk mengenalkan manusia  kepada Allah adalah dengan menjelaskan nama-nama Allah ( al-Asma’ al-husna) dan sifat-sifat-Nya yang luhur. Nama-nama dan sifat-sifat allah yang merupakan sarana yang dipergunakan  Allah untuk memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Sifat-sifat tersebut merupakan jendela yang dapat menggerakkan perasaan hati dan membukakan cakrawala yang sangat luas bagi ruh untuk menyaksikan cahaya Allah dan keagungan-Nya. Firman Allah:
Artinya:“ katakanlah: serulah Allah dan serulah Ar-Rahmaan. Dengan nama yang mana saja yang kamu seru. Dia mempunyai Al-Asmaul-Husna ( nama-nama yang terbaik”. (Al-Isra’: 110).[4]
Mengetahui sifat-sifat Allah SWT adalah wajib hukumnya bagi setiap umat islam yang sudah baligh, hal ini sesuai dalam kitab ‘Aqidatul awwam yang berbunyi:  
وبعد فـا علم بوجوب المعرفة #َ من واجب لله عشر ين صفة
وقا ئم غني وواحد وحي# قادر مريـد عالـم بكلّ شي
سمـيع البصير والمتـكلّـم # له صفـات سبعـة تنتـظم
فـقدرة ارادة سمع بصر # حيـا ة العـلم كلام استـمر
Sifat –sifat Allah terdiri dari sifat wajib, mustahil, dan sifat jaiz. Sifat wajib Allah diantaranya: Wuju, Qidam, Baqa’, Mukholafatu Lilkhawadis, Qiyamuhu Binafsihi, Wahdaniya, Qudroh, Irodah, Sama’, Bashar, Khayat, Ilmu, Kalam dll. Sedangkan sifat mustahil Allah adalah kebalikan dari sifat wajib-Nya. Pada sifat jaiz (wenang) Allah SWT memiliki sifat yang dengan anugrah-Nya, keadila-Nya berhak meninggalkan segala yang mungkin seperti Dia melakuka-Nya.[5]
2.         Mengimani kepada alam yang ada dibalik alam semesta atau alam yang tidak dapat dilihat (alam ghaib).
Beriman kepada apa yang telah diciptakan oleh Allah berupa alam gaib, merupakan salah satu rukun iman dalam islam. Pemikiran manusia memiliki batasan tertentu dimana manusia tidak dapat mengindrawinya namun hanya dapat merasakanya. Alam gaib yang dimaksudkan seperti adanya alam kubur, alam akherat, surga dan nerakan. Demikian pula mengenai Dzat Tuhan, bila manusia tidak mampu mengetahui hakikatnya, maka tidak berarti bahwa Dia tidak ada, bahkan Dia ada dan keberadaan-Nya jauh lebih kuat dari segala yang ada. Firman Allah :
Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala penglihatan itu, dan Dialah yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui”. (Al-An’am: 103).[6]
3. beriman kepada kitab-kitab Allah
Perlu kita ketahu bersama bahwa Allah menurunkan kitab bukan hanya al-Qur’an yang masih ada saat ini. Akan tetapi Allah juga menurunkan kitab-kitab lainya yang diturunkan pada Nabi-nabi terdahulu sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW. Kitab-kitab tersebut berisikan petunjuk yang disesuaikan dengan keadaan umat yang menerimanya seperti halnya taurat yanng disesuakan dengan umat Nabi Musa as, kitab Zabur yang disesuaikan dengan keadaan umat Nabi Daud as, kitab Injil diturunkan sesuai dengan keadaan umat Nabi Isa as dan al-Qur’an diturunkan untuk seluruh umat Nabi Muhammad SAW.
Disamping itu ada kitab-kitab  dan shuhuf yang diturunkan kepada Nabi lainya. Meskipun kita tidak wajib mengetahui secara rinci namun kita tetap wajib mangimaninya. Seperti shuhufnya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa, didalamnyaa terdapat firma Allah yang maha bijaksana lagi Maha Mengetahui.[7]
Sesungguhnya Allah Maha Suci yang mempunyai ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diwahyukan kepada para Rasul dan Nabi-Nya. Firman Allah
Artinya: “manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan). Maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tetang perkara yang mereka pertselisihan”. ( Al-Baqarah:213).[8]
4. Iman kepada para Nabi dan Rasul Allah
Allah SWT mengutus para Nabi dan Rasul-Nya tidak lain secara umum adalah sebagai suri tauladan bagi umat Nabi dan Rasul masing-masing. Begitu juga Nabi Muhammad SAW diutus kepada kita adalah untuk memberikan suri tauladan yang baik. Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sangatlah banyak namun hanya dua puluh lima Nabi dan Rasul yang wajib kita ketahui dan tidak lepas bagi Nabi yang lain harus kita imani.
Artinya: “katakanlah (hai orang-orang mu’min):’kami beriman kepada Allah, dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’kub dan anak cucunya, dan apa yang diturunkan kepada Musa dan ‘Isa serta apa yang diturunkan kepada nabi-nabi dariTuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.” (al-Baqarah: 136).[9]
Allah memberi berbagai keistimewaan dan keutamaan kepada rasul, agar ia kuat dan mampu memikul tugas-tugas risalah yang berat, dan agar menjadi contoh tauladan yang diikuti dalam berbagai urusan, baik agama maupun dunia. Apabila para Rasul tidak memiliki keistimewaan dalam aspek ‘aqliyah maupun ruhiyah, niscaya mereka tidak layak untuk menyampaikan petunjuk Allah kepada umat manusia.
Selain mengimani kerasulan kita juga diwajibkan untuk mengimani sifat wajib, mustahil, dan sifat jaiznya. Sifat wajib rasul adalah: sidiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), tablig (menyampaikan), dan fathonah (cerdas). Sedangkan sifat mustahil rasul adalah kebalikan atau lawan dari sifat wajibnya. Sifat jaiz rasul adalah bahwa raul sama dengan manusia lainya bahwa beliau butuh makan, tidur dan bergerak.
5. Iman  kepada hari akhir
Apahkah yang dimaksud dengan kiamat?. Allah SWT dalam al-Qur’an surat al-Qari’ah: 1-11, menjelaskan sebagian yang akan terjadi pada hari kiamat tersebut. Untuk lebih jelasnya kita tinjau saja surat al-Qaria’ah sebagai berikut:
Hari kiamat merupaka ahkir dari roda kehidupan dan awal roda kehidupan akherat. Meskipun hal ini tidak ada yang mengetahui kapan datangnya kecuali Allah, kita sebagai umat islam wajib mengimani dan meyakini tentang akan datangnya hari tersebut. Selain kiamat ada juga hari-hari dimana manusia akan dihisab dan dimintai pertenggunng jawaban mengenai tingkah lakunya selama di dunia.
Hari kiamat tidak akan datang sebelum tanda-tanda kedatangannya telah tiba. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi:
وعن ابـي هريرة رضي الله عنه انّ رسول الله ص م قـال: لاتـقوم السّا عة حتّى يقـاتل المسلمون اليهود حتّى يختبـئ اليهوديّ من وراء الحجر والشّجر فيـقول الحجر والشجر : يامسلم هذا يهوديّ
 خلفي تعال فاقـتلـه الاّ الغرقد فانّه من شجر اليهود (متفق عليه)
Artinya: dari abu hurairah ra. Bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:” kiamat itu tidak akan datang sebelum kaum muslimin berperang dengan orang-orang Yahudi sehingga orang-orang Yahudi bersembunyi dibalik batu dan pohon kemudian batu dan pohon itu berkata: “wahai orang islam inilah orag yahudi berada dibelakangku maka datanglah kemari bunuhlah dia”, kecuali pohon gharqad (sejenis cemara) karena pohon itu adalah pohonya orang yahudi”. (Riwaayat bukhari muslim).[10]
Hari akhir dimulai dengan kehancuran alam semesta, kemudian semua makhluk hidup menjadi mati, dan bumi berganti dengan lain, begitu pula segenap langit mengalami perubahan total, Firman Allah:
Artinya: “ (yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka semuanya (dipadang mahsyar) berkumpul menghadap Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”. (Ibrahim: 48)[11]
6. Iman  terhadap qadar (takdir)
Pembahasan mengenai takdir Allah merupakan permasalahan yang rumit dan terjadi perdebatan disana sini. Terkhusus antara Ahlus sunah dengan Wahabi. Mereka berselisih mengenai takdir. Ahlus sunnah secara garis besar mengatakan bahwa semua hal yang akan terjadi adalah telah ditetapkan oleh Allah SWT jauh sebelum makhluk diciptakan. Ahlus sunnah berdasarkan pada surat al-Hadid: 22, hud: 6 dan 34, at-Taubah: 51 dan masih banyak lagi dasar yang tidak bisa tercantum di makalah ini termasuk yang bersumber dari hadits-hadits Rasul dan dari pendapat para ulama’ dalam kitabnya masing-masing.[12]
Wahabi mengutarakan pendapatnya tersebut berdasarka Al-Qur’an surat ar-Ra’du: 11. Pada mulanya pemakalah juga dibuat bingung dengan kedua pendapat yang sama memiliki dasar berupa al-Qur’an, hingga akhirnya menyempatkan diskusi bersama dengan sesepuh santri An Nur. Dalam diskusi tersebut tertumpulah pada pemahaman mengenai ayat secara kontekstual dan pemahaman yang berdasarkan riwayat. Akhirnya kami menyimpulkan bahwa pendapat Ahlus sunnah dapat dibenarkan dan pendapat wahabi tidak dapat dibenarkan dengan alasan bahwa yang dimaksudkan dalam ar-Ra’du: 11 tersebut adalah keadaan bukan suatu takdir. Dicontohkan dengan kepandaian seseorang, apabila ia pandai sebab belajar, apabila ia juara kelas sebab ia rajin dan ia bodoh sebab malas dsb.
Jika ditinjau lebih lanjut takdir ada dua macam, yakni takdir yang dapat diubah dan takdir yang tidak dapat diubah. Dicontohkan takdir yang dapat diubah seperti kemiskinan seseorang dapat diubah dengan kerja keras. Sedangkan takdir yang tidak dapat diubah seperti kematian seseorang. Lalu muncul lagi persoalan mengenai seseorang yang menjalankan silaturrahmi, karena akan dipanjangkan umurnya. Hal semacam ini ada ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksudkan disitu bukan usia secara jasmani namun secara kemanfaatan hidup. Ada pula yang berpendapat bahwa kematian dapat diperpanjang terserah oleh Allah yang mengaturNya.
D.    Penjelasan akidah yang diulang-ulang
Kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya baginda Rosul Muhammad merupakan salah satu kemukjizatan. Didalamnya bukan hanya mencantumkan penjelasan-penjelasan yang dapat dirasio, melainkan juga penjelasan yang jauh tidak dapat dijangkau oleh akal namun manusia harus mengimaninya. Seperti adanya surga dan neraka, adanya alam kubur, hal tersebut secara logika dan indrawi belum sepenuhnya diterima karena manusia belum pernah mengalaminya.
Terkait persoalan mengenai penjelasan akidah dalam al-Qur’an. Akidah dalam al-Qur’an sangat beraneka ragam bentuk dan penjelasanya. Termasuk juga penjelasan-penjelasan yang diulang-ulang. Hal semacam ini bukan menunjukkan al-Qur’an sebagai kitab yang tidak produktif dan lemah, melainkan sebaliknya. Diulangnya suatu penjelasan secara rasio merupakan bukti bahwa suatu penjelasan yang sangat penting sehingganya ditekankan oleh Allah dalam kitab-Nya. Secara Balaghoh diulangnya suatu kalimat juga menunjukkan susunan dan kemukjizatan didalamnya. Selain itu dalam konteks pendidikan diulangnya suatu kalimat terlebih sampai tiga kali adalah yang pertama sebagai tingkat tahu (rasio), kedua tingkat paham (dalam emosi), ketiga dalam hati hal tersebut akan melekat dan berkesan delam diri manusia.
Bukan hanya penjelasan atau satu ayat yang dijumpai oleh pemakalah. Namun ada beberapa surat-surat penting yang ditrurunkan Allah SWT beberapa kali seperti kami contohkan seperti Al-Fatihah dan Al-Ikhlas. Dalam al-Itqan Imam Jalaluddin As Suyuti mengambil dari Az-Zarkasy dalam kitab al-Burhan beliau mengatakan bahwa hikmah diturunkanya ayat-ayat yang sama secara berulang-ulang adalah karena kadang-kadang ada suatu peristiwa atau pertanyaan yang menyebabkan ayat tersebut harus diturunkan, padahal ayat yang sama telah diturunkan sebelum peristiwa atau pertanyaan itu muncul. Kemudian setelah terjadinya peristiwa atau pertanyaan ini ayat itupun diturunkan kembali kepada Nabi SAW sebagai peringatan, juga sebagai pengingat bahwa ayat ini mempunyai kandungan yang sama dengan peristiwa yang terjadi.[13]
Syaikh Manna’ al-Qaththan menerangkan dalam Mabais fi ulumul qu’an yang diambil dari keterangan yang diberikan Az-Zarkasy dalam kitabnya yakni “ terkadang suatu ayat turun dua kali sebagai penghormatan kepada kebesaran dan peringatan akan peristiwa yang menyebabkanya, khawatir terlupakan. Sebagaimana terjadi pada surat al-Fatihah yang turun dua kali. Sekali di Makah dan sekali di Madinah”.[14]
E.     Penjelasan Akidah dalam Surat Makky dan Madany
Sebelum melangkah lebih jauh mengenai akidah dalam surat makky dan madany terlebih dahulu yang harus diketahui adalah mengenai pengertian keduanya. Para sarjana muslim mengemukakan empat prespektif dalam mendefinisikan terminologi makkyah dan madaniyyah. Keempat prespektif tersebut ialah: masa turun (zaman an-nuzul), tempat turun (makan an-nuzul), objek pembicaraan (mukhattab), tema pembicaraan (maudu’).[15] Dari prespektif tersebut  Banyak sekali pendapat para ulama mengenai hal diatas. Perbedaan pendapat tersebut karena Rasul tidak memerintahkan untuk menggolongka dan mengkategorikan mana yang makky dan man yang madany. Karenanya pemakalah mengumpulkan ada tiga pendapat yang sering dijumpai dalam setiap pembahasan makky dan madany.
Yang pertama, (pendapat yang paling mashur), bahwa sesungguhnya yang disebut Makkiyah adalah wahyu yang diturunkan sebelum hijrah dan yang disebut dengan Madaniyah yaitu wahyu yang diturunkan setelah hijrahnya Nabi. Meskipun turunya wahyu tersebut berada di Madinah maupun di Makkah seperti ketika terjadi Fatkhul Makkah atau ketika beliau menunaikan ibadah haji wada’, dan ketika beliau dalam perjalanan atau tidak dalam perjalanan. Hal ini sesuai dengan riwayat yang disampaikan Utsman bin Sa’ad Ar-Razi dengan sanad yang sambung kepada Yahya bin Sallam, ia berkata: “surat atau ayat yang diturunkan di Makkah adalah yang diturunkan dalam perjalanan menuju Madinah sebelum Rasulullah sampai di Madinah, maka wahyu tersebut termasuk Makkiyah. Adapun ayat atau surat yang turun ketika beliau dalam perjalanan setiba di Madinah, maka dikategorikan Madaniyah”.[16]
Yang kedua, bahwa yang dinamakan dengan makkiyah adalah wahyu yang turun di makkah meskipun turunya wahyu setelah hijrah, dan yang disebut dengan madaniyah adalah wahyu yang turun di madinah. Hal ini dikemukakan oleh At-Thabrani dalam kitabnya Al-Kabir.
Yang ketiga, bahwa yang dimaksud dengan Makkiyah adalah ayat atau surat yang turun ditujukan untuk penduduk Makkah dan sekitarnya. Adapun Madaniyah adalah surat atau ayat yang turun ditujukan untuk penduduk Madinah (mukhattab dan maudu’). Hal ini muncul dari benak para ulama sebagian pemahaman dari ucapan abdullah bin Mas’ud yang disebutkan Al-Qadhi Abu Bakar dalam kitab karanganya yang berjudul al-intishar.
Berdasarka pengertian diatas pemakalah dapat mengambil penjelasan termashur yang diriwayatkan oleh Utsman bin Sa’ad Ar-Razi. Setelah mengetahui pengertian Makky dan Madany kemudian dilanjutkan dengan pengklasifikasian surat Makky dan madany, dalam Manna Alkhattan terdapat delapan puluh dua surat makky, dua puluh surat madany dan 12 surat yang diperselisihkan. Diantaranya  yang tergolong Makky yaitu: Al-Kahfi, Maryam, Thaha, Al-Anbiya, Al-Hajj, An-Naml, Al-Qashash, Al-Ankabut, dsb. Sedangkan surat yang tergolong madany yaitu: Al-Baqarah, An-Nisa’, Muhammad, Al-Hujarat, Al-Munafiqun, Al-Hadid, Al-Ahzab, An-Nur, At-Tahrim, Muhammad, Al-Hujurat, An-Nashr, Ali Imran dsb. Sedangkan surat yang diperselisihkan adalah: Al-Fatihah, Ar-Rahman, At-Taghabun, Al-Qadr, Al-Zalzalah, Alfalaq, Al-Bayyinah, dsb. Namun jika mengembil pendapat yang pertama mengenani makky dan madany surat atau ayat yang diperselisihkan tidak akan menjadi persoalan karena melihat waktu turunya yakni sebelum dan sesudah hijrah. Setelah mengklasifikasikan surat yang tergolong makky dan madany dilanjutkan untuk membuktikan bahwa penjelasan mengenai akidah terdapat dalam surat Makky saja atau Madany, kita dapat meninjau beberapa ayat dibawah ini:
1. Dalam Al-Baqara: 30-39 tergolong surat madaniyyah terdapat penjelasan mengenai Allah akan menciptakan
Nabi Adam dan dikonfirmasikan kepada para malaikat-Nya. Dapat disimpulkan mengenai ayat tersebut yerdapa penjelasan mengenai akidah tentang adanya Malaikat, Nabi Adam, dan Iblis.
2. Dalam al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 21 tergolong madaniyyah menjelaskan      tentang sifat rasulullah.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al-Ahzab ayat 21). Dari ayat tersebut terdapat salah satu perintah untuk mengikuti akhlak rasulullah dan penjelasan mengenai hari kiamat.
3. Dalam surat An-Nur ayat 24-25 Dari ayat tersebut dijelaskan mengenai adanya hari pembalasan.
Artinya: pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan {24} Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yag setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang Benar, lagi Yang menjelaskan (segala sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya), {25}. (Q. S. An-Nur ayat 24-25).
4. Dalam surat At-Tahrim ayat 8 dijelaskan mengenai balasan kepada          orang yang beriman kelak di akherat.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.(Q. S. At-Tahrim ayat 8).
5. Surat Al-Anfal ayat 2 menjelaskan mengenai keimanan yang berarti membahas tentang akidah atau keyakinan kita kepda Allah SWT. Ayat tersebut adalah sbb:
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (Q. S. Al-Anfal: 2).[17]
6. Surat Al-Fath ayat 9, 13, terdapat penjelasan mengenai iman kepada Allah dan Rasulnya sedang ayat 29 terdapat penjelasan mengenai Nabi Muhammad.
Ayat tersebut yang artinya: supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, menguatkan (agama)Nya, membesarkan-Nya. Dan bertasbih kepada-Nya di waktu pagi dan petang. {9}, Dan barangsiapa yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya Kami menyediakan untuk orang-orang yang kafir neraka yang bernyala-nyala. {13}, Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.{29}.
7. Al-kahfi: 10-26 tergolong makkiyah menjelaskan tentang kisah ashabul kahfi mengenai taraf keimanan mereka.
8.  Al-hajj: 182 tergolong makkiyah menjelaskan tentang iman kepada hari kiamat.
Meninjau uraian diatas dapat diambil kesimpulan mengenai penjelasn, petunjuk tentang akidah dalam al-Qur’an tidak hanya termuat dalam surat-surat makky saja melainkan termuat dalam surat-surat madany. Selain itu banyak dijumpai berupa sifat-sifat Allah pada akhir ayat surat madany seperti “sesungguhnya Allah maha mengetahui, mendengar, melihat kasih sayang dan juga maha memberi pembalasan”.

BAB III
PENUTUP

A.  KESIMPULAN
Telah kita ketahui bersama bahwa al-Qur’an yang diturunkan Allah melalui lantaran malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW adalah sesuai dengan tujuan diturunkanya. Secara garis besar tujuan diturunkannya al-Qur’an mengenai akidah, akhlak, dan hukum syariat. Namun disisilain al-Qur’an juga mencakup pembahasan lainnya seperti kisah-kisah, riwayat-riwayat, bahkan mengenai ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi umat manusia.
Akidah merupakan hal yang paling utama yang disajikan dalam al-Qur’an. Tidak perlu diragukan mengapa ada ayat yang diulang-ulang itu menunjukkan betapa pentingnya akidah untuk manusia agar selalu diingat dan ditanam dalam hati mereka. Karenanya Allah mencantumkan penjelasan mengenai akidah tidak hanya termuat dalam surat-surat makky namun termuat juga dalam madany.












DAFTAR PUSTAKA


Abbas, Siradjuddin. Empat Puluh Masalah Agama. Jilid IV. Jakarta: CV Pustaka Tarbiyah. 2006.
Abdusshomad, Muhyiddin. Ahlussunnah Waljama’ah Terjemah dan Syarh ‘Aqidah al-Awam. Surabaya: Khalista. 2009.
Al-Qur’an Terjemah Bahasa Indonesia. Kudus: Menara Kudus. 2006.
Azis, Nawawi Abdul. Alaikum Bissawadil A’dhom. Yogyakarta: Pondok Pesantren An Nur. 2008.
Ammar, Farikh Marzuqi, Ammir Wafi Marzuqi, dkk. Samudera Ulumul Qur’an. Terj. Al-Itqan fi ulumil qur’an. Jilid 1. Surabaya: PT Bina Ilmu Offset. Tt.
Anwar, Rosihon. Ulum al-Qur’an. Bandung: CV Pustaka Setia. 2012.
El-Mezni, Farikh Marzuki. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Terj. Mabais fi Ulumil Qur’an. Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar. 2006
Sabiq, Sayyid. Aqidah Islamiyah. Jakarta: Robani Press. 2006.
Shabir, muslich. Terjemah Riyadhus Shalihin. Jilid II. Semarang: PT Karya Toha Putra. 2004.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan Media Utama. 20013














[1] Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, (Jakarta: Robani Press, 2006), Hlm. 6.
[2] Nawawi Abdul Azis, Alaikum Bissawadil A’dhom, (Yogyakarta: Pondok Pesantren An Nur, 2008), hlm. 62.
[3] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an, (Bandung: Mizan Media Utama, 2013), Hlm. 57.
[4] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 282.
[5] Muhyiddin Abdusshomad,  Aqidah Ahlussunnah Waljama’ah Terjemah dan Syarh ‘Aqidah al-Awam, (Surabaya: Khalista, 2009), Hlm. 15-25.
[6] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 128.
[7] Muhyiddin Abdussalam... Hlm. 39
[8] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 33.

[9] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 21.

[10] Muslich Shabir, Terjemah Riyadhus Shalihin, Jilid II, (Semarang: PT Karya Toha Putra, 2004), Hlm. 349.
[11] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 255.
[12] Siradjuddin Abbas, Empat Puluh Masalah Agama, Jilid IV, (Jakarta: CV Pustaka Tarbiyah, 2006), Hlm. 274-275.
[13] Farikh Marzuqi Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dkk, Samudera Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi Ulumil Qur’an) Jilid 1, ( Surabaya: PT Bina Ilmu offset, t.t), Hlm. 198.
[14] Aunur Rafiq el-Mazni, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Mabais fi Ulumil Qur’an), (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar, 2006), Hlm. 113.
[15] Rosihon Anwar, ulum al-Qur’an, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012), Hlm. 102.
[16] Farikh Marzuqi Ammar, Wafi Marzuqi Ammar, dkk, Samudera Ulumul Qur’an (Al-Itqan fi Ulumil Qur’an) Jilid 1, (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, t.t), Hlm. 3.
[17] Alqur’an Terjemah Bahasa Indonesia, (kudus: Menara Kudus, 2006), Hlm. 177.